Petani Dibawah Hujan


Sore itu, . ,langit terlihat gelap. Terlihat Safir memacu kecang motornya untuk bergegas pulang. Tapi hujan keburu turun, ia pun memutuskan untuk segera berteduh di pelataran ruko.

Saru persatu para pengedara motor mulai berteduh ditempatnya. Ada juga yang tetap melajukan motornya menerjang hujan.

"Aduh, kenapa sih harus ada hujan"
"Aduh setan ni hujan, gak tau apa orang buru-buru"
"Kur*ang *j*r ni hujan, gak tau apa capek pulang kerja" terdengar banyak sekali yang mengutuk hujan itu. Safir hanya diam saja tak mau mengiraukan yang begitu. 

"Alhamdulillah ya Allah, Karunia mu begitu besar, Ampunilah kekhilafan ku selama ini ya Allah.." tersengar lembut kalimat itu keluar dari seorang bapak, Safir menoleh kepadanya, Ia melihat wajah bapak itu terlihat seperti orang sedih dan ketakutan.

"Pak, Bapak baik-baik saja?..." tanya Safir Kepadanya.
"Alhamdulillah dek, Bapak-bapak baik-baik saja?..."
"Trus kenapa wajah bapak seperti orang sedih dan ketakutan?..." tanya lagi penasara. 
Karena baru saja dia mendengat kalimat syukur dan permohonan ampunan kepada Allah, padahal wajahnya terlihat Sedih dan takut.
"Saya ini petani dek, Selama ini saya sering lupa sama tuhan, Saya Sering meninggalkan sholat. Tapi Allah begitu baik, diturunkan hujan untuk memberi makan Tanaman-tanaman saya. Itulah yang membuat saya sedih dan takut. Saya menyesal selama ini sering meninggalkan sholat, dan saya takut, saya malu nanti ketika berhadapan dengan Allah amal ibadah saya belum banyak. Sedangkan saya hidup atas Karunianya, Atas Nikmat Rezeki darinya". Jelas bapak itu panjang lebar pada Safir.

Mendengar penjelesan itu, Safir diam membisu. Pikirannya melayang ke masa lalunya. Ia memuhasabah dirinya, perlahan ia mulai meneteskan air mata, menyadari betapa jauh dirinya dari tuhan, Padahal ia sudah diberikan rezki yang lebih dari cukup. 

"Loh Dek, Kenapa Menangis?..." tanya bapak itu kepadanya.
"Terima Kasih pak, karena bapak saya sadar selama ini telah begitu banyak dosa saya pada Allah.swt, padahal Allah sudah berikan saya Rezeki yang lebih dari cukup. Saya sehat, dan keluarga yang sayang pada saya. Tapi saya jangankan untuk bersedekah, Sholat saja yang 5 waktu, sudah lama tidak saya kerjakan. Apa lagi ibabadah yang lain, saya menyesal pak, saya sadar saya salah."

Sejak kejadian hari itu, Safir berubah menjadi lebih baik. Hidupnyapun menjadi lebih damai tentram. Meski terkadang masalah di kantornya begitu berat, tapi hatinga selalu merasa lapang dan damai.

Komentar

Postingan Populer